Selasa, 15 Maret 2016

0

Kenangan Bersama Matematika
Oleh : Ivan Fadillah (SMP)

Aku tinggal bersama ayahku. Ibuku pergi meninggalkan kami, sejak aku berumur 5 tahun , ia pergi karena ayah ku hidup miskin. Setelah 9 tahun kemudian, aku mungkin sudah lupa raut wajah ibuku. Hidupku hari-hari penuh penderitaan.
Aku mungkin anak yang paling menderita mengapa aku benci kamu. Kau lah penyebab aku dimarahi ayah ku. mengapa aku ditakdirkan bodoh dalam hal ini atau karena aku yang malas untuk mempelajarinya, yang pasti matematika adalah musuh terberatku di sekolah yang sulit di musnahkan.
Sering aku berfikir mengapa ada pelajaran ini. Setiap aku pulang sekolah otak ku slalu di penuhi dengan angka-angka. Arggg…. Sangat membosankan. Kau lah matematika yang sangat ku benci. . . setiap hari kerjaan ku hanya main dan bermain, Siang, malam maupun pagi. Aduh besok ulangan matika dah jam berapa ini? HAahh dah jam 10 aku gak sempat belajar… aku terkejut dan tak lama kemudian aku memejamkan mataku.
aku bangun jam 06.30 dan bergegas pergi sekolah “Krek….krek….”Tiba-tiba terdengar suara pintu gerbang sekolah yang mau di tutup… Tunggu…(aku berteriak kencang). Habib mengapa kamu selalu telat??? Kamu gak tau masuk sekolah jam berapa???(pak sapam marah2) Ia maaf pak tadi kesiangan. Dah buruan masuk…  aku berlari masuk kelasku ternyata aku belum terlambat ulangan…. Alhamdulillah…. Setelah pakkoko membagikan soal ulangan aku terkejut aku belajar ini semua. Aduh gimana ni.. tidak ada soal yang bisa ku jawab … akhirnya aku nyontek dengan teman sebangku ku ia pintar dan bisanya pelit tapi ini baek ntah knapa…
Sampai dirumah aku masuk kamar dan segara tidur. Tiba-tiba ayah ku masuk.. “habib ! Ayah dengar dari Pak koko nilai matematikamu turun drastis, benar begitu habib?" ia yah !  “Aku menjawab dengan sedikit rasa takut. Kenapa gitu habib???  terus terang ayah malu pada Pak koko dengan nilai-nilai matematikamu yang tidak pernah membuahkan hasil yang baik, padahal nilai-nilai pelajaran lainnya ayah rasa sudah cukup baik, bahkan cenderung memuaskan.  “Maafin habib Ayah, habib janji mau belajar lebih giat lagi, dan habib pasti bisa menaklukkan matematika, “ok … lah hari minggu nanti kamu ikut berdagang dengan ayah…
Aku tidur pulas melepaskan semua pikiranku. Hari minggu ayah janji mengajakku berdagang di pasar. Dan hari itu sudah menyiapkan semuanya dan segera pergi. Sampai disana banyak sekali orangnya. Diasana ayah ku mengajariku untuk membayar dan mengembalikan uang kembalian, bahkan kuntungan dan kerugian yang di dapatkan. Ayah ku mengajarinya  Dengan penuh semangat dan cucuran keringat yang melimpah… aku salut dengan ayahku… Setiap minggu aku slalu diajarinya matematika. Dari situlah aku mulai mencintai MATEMATIKA…
Beberapa bulan telah berlalu ketika aku pulang berdagang kami menyebrangi pasar besar. Tiba-tiba ada sebuah truk yang melaju kencang dan menabrak ayah ku yang berada di depan gerobak… aku gak bisa berbuat apa-apa aku yang berada di belakang gerobak jualan nyawaku masih di selamatkan. Darah ayah ku bercucuran kencang jalannan penuh darah. Disana aku mulai panik dan berteriak TAOLONGG-TOLOONG air mataku selalu menetes… Puluhan orang datang menolong ayahku sebelum ia menghembuskan nafas terakhir ia berpesan kepadaku “rajin-rajin lah belajar matematika walaupun tanpa ayah, ayah yakin kamu pasti bisa dan dapat membanggakan ayah :’) “ dan ayah ku memejamkan matanya perlaha-lahan. Aku gak bisa buat apa-apa. Setelah ayah ku tiada aku tinggal bersama saudara ku. Adik dari ayahku. Aku bangun pagi-pagi sebelum aku berangkat sekolah aku biasanya membantu ibu ani. Di sekolah aku melihat pengumuman tentang lomba cepat-tepat matematika. Awalnya aku bimbang bingung kalaw ikut takut ditertawakan karna kebodohanku. Namun aku percaya diri dan segera mingikutinya karna ingat pesan terakhir ayah. Saat mendaftar teman seisi kelas menertawakanku namun aku tidak peduli. Saat pulang sekolah aku selalu belajar matematika sendirian untuk persiapan lomba. Sejak itu aku mulai mengerti deretan rumus yang tertulis rapi dibuku. Hari-hari kulalui dengan penuh perjuangan, Sejak saat itu aku harus berjuang sendirian.  Tak terasa kalau besok lombanya aka di mulai. 05.30 kulihat jam bekerku. Mataku masih terasa sangat berat untuk kubuka, semalam aku baru tidur jam setengah 12. Untuk belajar matematika. Sambil menyiapkan serapa otakku selalu belumuri matematika… “Ibu ani aku berangkat dulu ya !” Aku berlari menuju garasi. Sampai disekolah semangatku hilang melihat teman teman ku latihan soal yang jago dan cepat menjawabnya… Namun terlintas sejenak pesan ayahku untuk membuat bangga orang tuaku dan untuk masa depanku nanti. Semangatku semakin bertambah. Aku yakin aku bisa. Saat lomba di mulai perasaanku tak karuan, jantungku berdetak sangat kencang. Ada sebuah ketakutan dalam diriku. Beribu tanya memenuhi pikiranku. Apakah aku bisa? satu-persatu soal diluncurkan dengan mudahnya aku menjawab rumus-rumus cepat matematika yang diberikan ayahku ternyata sangat membantu… hatiku sangat senang tak terasa soal terakhir telah dilucurkan namun devi yang menjawab soal terakhir… tapi tak apa poinku masih lebih tinggi dari dia… saat juri megatakan “soal habiss” aku sangat senang. Aku berharap ini bukan mimpi dan memang bukan mimpi. Aku merasa seneng banget karena aku bisa membangkan orag tua walau kini mereka telah tiada… aku mataku berlinang kesenangan sambil memeluk temanku… semua guru memberikan selamat pada diriku. Pak koko pun bangga melihat perubahanku pada bidang matematika ini . . .
Oh tuhan… terimakasih karna kau sudah mengabulkan doa dan impianku…
Dari sinilah aku menyadari bahwa matematika tak sesulit yang ku bayangkan.
I LOVE MATH

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com